Labels

Wednesday, 16 September 2015

Berhaji : Bukan Sekedar Kemampuan, Tetapi Juga Kemauan



Assalau'alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh
10 dzulhijah, dimana Umat muslim di seluruh penjuru dunia merayakan Hari  Raya Qurban, untuk memperingati peristiwa bersejarah bagi umat islam. Yaitu ketika Allah SWT menguji keimanan Nabi Ibrahim a.s untuk menyembelih anaknya, Ismail a.s . Sehingga karena ketaqwaan keduanya, Allah SWT memberikan pertolongan bagi keduanya dengan menggantikan tubuh Ismail a.s dengan tubuh seekor domba. Begitulah sepenggal kisah Ibrahim & Ismail a.s patut kita teladani. Bahwasannya ketika Kita telah mengikrarkan kalimat Laa ilaa ha illallah, muhammadarrasulullah  maka Kita juga harus bisa memberikan bukti nyata bahwa Kita benar- benar mengimani, dan mewujudkan keimanan tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan melaksanakan segala perintah Allah, menjadikan Al Qur'an sebagai pedoman hidup serta menjadikan Rosulullah SAW sebagai tauladan yang baik.

kembali kedalam pokok pembahasan, haji adalah rukun islam yang ke 5. belum sempurnalah  islam dalam diri seseorang sehingga Dia berhaji. Di dalam rukun islam yang ke 5 ini Allah memberikan keringanan yaitu berhaji dilaksanakan ketika seseorang sudah merasa mampu untuk berangkat ke tanah suci. Yang di katakan mampu  disini adalah mampu segala lahiriyah dan batiniyah.

Dengankata lain, berhaji harus sehat jasmani dan rohani, mampu dalam hal pembiayaan serta mempunyai kesiapan ilmu. Sehingga dengan demikian niat kita akan benar-benar lurus.. insyaallah. Kata mampu  yang Saya gunakan dalam hal ini bermakna sangat luas. Dalam artian, untuk berangkat ke tanah suci tidak harus menunggu kaya. Kemampuan itu relatif dan bisa di upayakan. sehingga dalam hal ini yang lebih penting adalah niat dan kemauan.

Jika Kita memandang kemampuan  sebagai makna yang sempit, maka harusnya semua umat islam yang mempunyai pekerjaan dan berpenghasilan di atas rata-rata pekerja pada umumnya, seharusnya sudah berhaji. Seharusnya para pejabat, pemilik perusahaan dan sebagainya sudah melaksanakan ibadah haji. Akan tetapi kembali pada pribadi masing-masing, dimana tingkat kemauan  mereka untuk berhaji berbeda satu sama lain. Hanya manusia-manusia yang oleh Allah SWT di berikan petunjuklah yang mampu dan mau melaksanakan ibadah haji.

Tak jarang kita lihat di sekitar kita banyak orang-orang yang secara finansial mampu untuk beribadah haji tetapi mereka enggan dan menunda-nunda keinginan untuk pergii berhaji. jika kaya adalah suatu ukuran untuk menggambarkan terpenuhinya kebutuhan hidup,  maka bukankah hanya dengan bersyukur  maka hati kita akan merasa tenteram dan merasa tercukupi atas segala nikmat Allah? dalam realita, kaya adalah suatu kondisi dimana seseorang mampu membeli dan memenuhi segala kebutuhan duniawi nya, serta mampu menimbun sebagian hartanya untuk di simpan sebagai cadangan devisa anak cucunya. Apabila kaya  di artikan sebagai kata cukup /tercukupi, bukankah dengan bersyukur hati kita akan merasa tenteram dan merasa tercukupi dengan segala nkimat yang Allah berikan? Jika kaya  di artikan sebagai kata lain dari menimbun harta untuk di gunakan di masa datang, maka akan lebih kaya seorang buruh/pedagang sayur, tukang sol sepatu/buruh angkut dll yang menyisihkan sebagian hartanya untuk di infaq kan dan di sedekahkan untuk saudara yang lebih membutuhkan. Kenapa bisa di sebut lebih kaya? karena mereka yang hanya dengan penghasilan yang hanya cukup untuk makan sehari masih bisa memberi makan orang lain' membantu orang lain dan membantu mendirikan masjid. Subhanallah..

Bukankah sudah cukup banyak pemberitaan di media yang bisa kita ambil pelajaran? ketika si pemulung mampu menyisihkan sebagian penghasilannya berpuluh-puluh tahun untuk pergi berhaji. Atau si tukang pijat yang mampu berhaji setelah menabung uang penghasilannya di dalam batang bambu. Begitulah Allah SWT memberikan pembelajaran bagi kita yang (mohon maaf) lebih beruntung daripada mereka. Sudah saatnya kita merasa malu terhadap Allah bahwasanya segala nikmat pemberianNya telah kita nikmati sedangkan timbal baliknya kita belum persiapkan. Penghasilan Saya pas-pasan, lalu bagaimana bisa saya  berhaji? bukankah Allah telah memberikan pembelajaran kepada kita melalui tukang pemulung tadi, Jika seorang tukang pijat saja mampu menabung di dalam batang bambu dan akhirnya bisa berangkat ke tanah suci, mengapa Kita sebagai orang yang berpendidikan tidak mampu melakukan hal yang sama? kalau gak cukup uang, ya nabung. kalo di bambu takut hilang, ya di bank.. Saya jadi teringat  khotbah jumat kemarin oleh Ustadz Taufiq di masjid Podomulyo. Beliau mengatakan yen wis ono niat lan tekad, gusti Allah bakal maringi ragat. ( Jika sudah ada niat dan tekat, Allah pasti akan memberikan pembiayaan).

Semoga apa yang Saya utarakan tadi bisa bermanfaat bagi kita semua dalam memotifasi diri kita untuk menuju ke arah ketaqwaan yang lebih tinggi. Sebagai penutup, Saya akan berikan kutipan dari akun facebook Syech R*ji, beliau mengatakan jadi umat islam itu ya harus radikal. mohon maaf, jangan salah mengartikan kata radikal. radikal yang di maksud disini adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan Allah serta menjadikan Al qur'an dan assunnah sebagai pedoman secara penuh. Dan bukan radikal yang selama ini di artikan sebagai suatu aliran dan aksi teror.
Sekian tulisan dari Saya, semoga bermanfaat bagi Kita semua. jika ada kesalahan itu semata-mata karena kekhilafan Saya, dan segala kebenaran hanya milik Allah SWT.

wasalamu'alaikum warahmatullahi wa barokatuh

No comments:

Post a Comment